­

Reffrain #Part 2 : Hujan, Marriam, Malaikat

02.16



Malam ini hujan kembali menyapa. Disini, aku hanya bisa memandang air langit yang jatuh dari balik jendela kamarku. Entah mengapa kali ini suara tetesannya tidak terdengar merdu seperti biasanya. Tidak semerdu alunan musik yang kudengar saat ini. Dalam tetesan hujan ini, justru membuatku merasakan kerinduan yang mendalam akan sosok wanita yang aku sayangi. Yang selalu menyukai yang namanya hujan. Dan hujan kali inipun tidak pernah alpa mengeluarkan aroma tanah basah. Juga menyematkan rindu di tiap rintikannya. Hujan merindukan tanah, sedangkan aku merindukanmu. Dan kamu? Kamu selalu merindukan namun bukan padaku, tetapi pada hujan dan kisahnya. Maka bukan hal yang mengherankan jika saat ini hujan menyapaku seorang diri, tanpa kamu di sisiku. Kamu pergi meninggalkanku tanpa sebab yang pasti. Malam itu aku dengannya sempat bertengkar hebat. Ya memang saat itu dia memergoki aku sedang bersama wanita yang bernama Patricia, Sungguh aku tak punya hubungan khusus dengannya. Aku menemui Patricia hanya ingin menjelaskannya bahwa aku mencintai Chandra, dan akan selalu mencintainya. Patricia memang memiliki perasaan padaku namun aku tidak berniat untuk berbagi cintaku padanya. Aku belum sempat menjelaskan apapun kepada Chandra, dia marah kepadaku lalu meninggalkanku. Aku tidak tahu di mana keberadaannya karena pada saat itu handponenya di matikan dan orang rumahnya tidak memberitahukan kepadaku kemana aku harus bertemu dengannya.


“Aku suka hujan. Dan kamu tau itu”. Aku menginggat kata-kata yang pernah Chandra ucapkan di awal pertemuan kita. Ya dia memang sama sepertiku, kami menyukai hujan. Sebelumnya rintik hujan hanya menciptakan rasa sedih diantara sepi. Menciptakan sepi atas merdunya paduan suara air menghujani bumi. Membuat gemercik sunyi akan datang jam yang seakan mengiringi. Hujan ini membiarkanku mengecap rindu dan membuatku teringat masa yang penuh dengan warna pelangi. Tapi hujan kali ini membawaku dalam bias memori. Sebelumnya, bahagia tidak pernah sesederhana seperti ini. Aku hanya ingin menyederhanakan semua detik ini. Aku suka hujan, terlebih jika ada kamu disini.
Sesosok wanita berjalan di malam hujan. Hujan memang sudah redah namun rintikan-rintikan gerimis kecilnya masi tersisa. Pembawaannya mirip seseorang yang sangat aku rindukan. Caranya berjalan, caranya menegakkan tubuhnya. Ah ! aku kesal, mengapa hujan malah turun di saat-saat seperti ini. Memutar kenanganku bersama Chandra yang tervisualisasikan dalam balutan sweater merah wanita yang kulihat dalam teropongku. Aku kembali memasang teropongku, kali ini ingin ku lihat wajah perempuan yang berjalan di malam hujan ini. Seseorang itu mengarah ke sebuah taman bermain dan menghilang kemudian tiba-tiba muncul dengan mengenakan pakaian kostum malaikat dan memegang balon. Rupanya wanita itu penjual balon anak-anak yang sengaja berkostum seperti malaikat untuk menarik pembeli. Hiburan dalam marketing biasa terjadi.
Aku melangkahkan kakiku menuju taman bermain dengan maksud hati ingin membeli balon yang dijualnya agar aku bisa sedikit berbincang dengannya. Hitung-hitung mengilangkan rasa kerinduanku pada Chandra yang saat ini terasa jauh dariku.
“Apa kamu selalu memakai kostum itu saat menjual balon-balon ini?” tanyaku kepada wanita yang berkostum malaikat.
“Ya, aku harus memakai kostum ini sepanjang bulan untuk mencari uang, aku harus membeli pohon natal untuk adik kecilku”. Sungguh jawaban yang tidak kusangka. Perempuan itu ternyata sedang mencari uang untuk membeli sebuah pohon natal untuk adiknya. “ harapanku, akan ada malaikat yang memberiku kemuliaan saat malam natal”.
Malam ini ternyata bukan tentang Hujan dan kerinduaku saja, tetapi juga tentang malaikat dan pohon natal. Aku melihat perempuan itu dengan gigihnya menawarkan balon-balon itu kepada para ibu-ibu yang melewatinya bersama anak mereka. Di sisi lain dunia ada seorang yang memberikan harapan kecilnya pada malaikat. Dia mempercayai sosok malaikat itu akan datang dan memberinya kemuliaan yang tiada henti. Aku harap Tuhan mendegar dan mengabulkan harapan perempuan ini.
“Mari sini ku bantu menjualkannya, “ Aku menawarkan untuk membantunya. “Anggap saja aku sebagai malaikat yang akan memberikan kemuliaan, bantuanku akan meringakanmu dan lebih cepat mendapatkan uang untuk membelikan adik kecilmu pohon natal”.
Perempuan itu tersenyum kepadaku lalu berkata “ Terima kasih”.
Sepanjang malam aku membantunya untuk menjual balon-balon kepada anak-anak kecil. Di malam natal ini. Ya Allah, aku berharap dimanapun Chandra berada, aku ingin dia bisa merasakan hujan sepertiku. Kerana hujan milik kita berdua. Dan malam ini ku habiskan sisa hujan bersama perempuan berkostum malaikat. Aku lebih suka memanggilnya dengan sebutan seperti itu.
“Terima kasih ya, “ Ucapnya seusai menjual balon-balon. “ malam ini semua balon-balonku terjual dan aku bisa membelikan adikku pohon natal”.
Aku tersenyum menjawab “ Sama-sama,” Aku mengulurkan tanganku kepadanya dan mengatakan selamat hari natal untukknya. “Selamat natal ya, untuk kamu”.
“Sekali lagi terima kasih ya?”
Gerimis masih saja belum hentinya di malam natal ini. Aku berbincang dengan perempuan berkostum malaikat ini akhirnya.
“Namaku Marriam” masih dengan kostum malaikatnya dia memperkenalkan dirinya kepadaku.
“Hai, namaku Wahyu. Aku tinggal di rumah sebrang sana.” Ungkapku menunjukan arah rumahku kepadanya.
Perempuan berkostum malaikat yang bernama Marriam itu kemudian sibuk membereskan perlekangkapan marketingnya. Ya gerobak tempat dia menggantung-gantungkan balon-balonya. Dia tidak kelihatan sedih, justru aku melihat semangat dalam dirinya.
“mari ku bantu” tawarku mendekatinya.
“Oh tidak perlu, ini sudah selesai. Aku bisa dengan cepat membereskannya kok” senyumnya sambil masih dengan sibuk membereskan perlengkapannya.
Saat-saat seperti ini. Dalam hujan aku merindukanmu, dalam tetesan hujan ini ada cerita tentang aku, kamu dan hujan. Dibalik hujan aku selalu tahu rasanya aroma tubuhmu. Seringkali hujan menyeretku dalam kenangan seperti ini. Kali ini membawaku dalam biasan rindu. Hujan ini cerita tentang Marriam.
Gerimis hujan sedikit demi sedikit menjadi deras. Tak henti aku memakinya dalam hatiku. Aku berlari dalam derasnya hujan untuk mencari tempat berteduh. Di belakangku ada sosok perempuan yang masih mengenakan kostum malaikatnya. Dia lari tertatih dalam derasnya hujan. Kami berlindung di bawah pohon. Kulihat perempuan berkostum malaikat itu kedinginan. Aku mulai membuka jaketku lalu memberikannya kepada perempuan itu.
“Sepertinya kamu kedinginan ya?, ini. Pakailah” Aku menyodorkan jaket kulitku kepadanya. Ku rasa dia lebih membutuhkannya. Aku tidak ingin melihat perempuan berkostum malaikat ini mati dalam hujan. Agak sedikit berlebihan hanya saja aku teringat sosok si gadis korek api yang meninggal beku dalam hujan dan tubuhnya dingin.
“Terima kasih” ujarnya lalu mengenakan jaket yang ku berikan.
“Kita berlindung di sini saja”. Ujarku sambil mengusap-usapkan kedua tanganku. Aku juga kedinginan, dan di bawah dinginnya hujan aku terdiam di tempat ini sambil mengingat memori tentangnya. Tempat inilah pertama kali aku betemu dengannya, dengan perempuan yang aku sayangi. Chandra. Aku sangat merindukanmu. 
Aku menatap perempuan berkostum malaikat itu sepertinya sedikit cemas. Mungkin dia mencemaskan adik kecilnya. Bukankah malam ini adalah malam natal? Mungkin saja dia berharap bisa secepatya membeli sebuah pohon natal dan merayakannya bersama adikknya itu.
“Mungkin sebentar lagi akan reda”, Aku mengatakan kalau hujan mungkin akan reda. Ku lihat dia terus saja menatap langit. Malam ini langit begitu gelap. Suara petir begitu dasyatnya hingga membuat perempuan itu agak ketakutan.
“Kamu takut petir?” tanyaku
“Ya” jawabnya.
Perempuan itu bahkan mirip denganmu Chan, sama-sama memiliki ketakutan. Jika kamu takut akan suara Guntur dan perempuan berkostum malaikat ini juga. Dia pun sama seperti kamu. Dia takut akan petir. Dan aku? Apa kamu tau ketakutanku? Aku takut kehilanganmu Chan, aku takut merasakan hujan ini tanpamu. Dan malam ini telah aku rasakan. Aku terhanyut dalam lamunan sedihku sampai seseorang menepuk pundakku. Ya Marriam menepukku.
“Hujan sudah reda”
Tenyata bulir-bulir yang turun dari langit yang membasahi tubuhku sudah reda. Hujan di malam natal yang memberikanku kerinduan.
“Aku harus segera pulang, keluargaku sudah menungguku” Marriam bergegas meninggalkanku. Aku mengikuti langkahnya sampai langkahnyapun harus terhenti. Dia berbalik kepadaku lalu melangkahkan kakinya lagi ke arahku.
“Selamat natal untukmu Wahyu?” tukasnya ketika berhenti di depanku. “Aku pernah dengar dongeng di malam natal, tentang sepasang kekasih yang mengalami kutukan. Ketika siang, sang perempuan berubah menjadi burung elang dan pada saat malam hari, sang lelaki berubah menjadi anjing hutan. Sang lelaki menjadi seorang pengembara ketika siang dan sang elang bertengker di pundaknya. Perempuan hidup di sebuah gubuk yang dibangun oleh kekasihnya. Bila senja sang elang terbang menuju gubuk tersebut, dan kekasihnya segera menyusulnya. Karena ketika malam lah dia bisa menganggumi kecantikan kekasihnya. Dia akan berbaring disamping kekasihnya dan berkeluh kesah. Selama bertahun-tahun mereka berjuang untuk menghilangkan kutukan mereka. Mereka setia menunggu untuk menjadi manusia kembali dan bisa bersatu. Mereka berharap doa mereka dikabulkan”.
Aku tidak mengerti maksud dari cerita Marriam. Ketika dia bercerita seperti memberikan makna kepadaku. Ku lihat dia merogek-rogekan saku celananya. Seperti ada sesuatu yang di genggamnya.
“Harapan itu selalu ada, bahkan untuk sebuah kasih. Kasih yang Tuhan berikan”
Marriam memberikanku sesuatu yang ada dalam genggamannya. “ Ini, salah satu hiasan pohon natalku tahun lalu”. Marriam memberikanku sebuah hiasan malaikat.” Malaikat adalah lambing cinta, kesucian dan perdamaian karena kecintaan Tuhan kepada umatnya. KelahiranNya dikabarkan oleh malaikat utusan Tuhan. Makna itu damai. Dan kecintaan Tuhan yang rela hadir ke dunia dan menjelma menjadi manusia”. Marriam tersenyum kepadaku saat aku menerima hiasan malaikat itu. Damailah dalam cinta Wahyu. Sekali lagi selamat natal ya untuk kamu”. Marriam kemudian melepaskan jaketnya lalu sembari membalikkan badannya. “ terima kasih untuk kemuliaan malam ini”. Marriam berjalan menjauh dalam dinginnya malam. Aku termangu saat mendengarnya. Perempuan yang sedang merayakan hari natalnya memberikanku sesuatu di malam hujanku ini. Meskipun aku tak ikut merayakan hari natal ini akan tetapi selamat natal untukmu Marriam, perempuan berkostum malaikat. Sama halnya seperti makna lambang malaikat ini. Damailah dalam cinta. Tuhan mengajariku untuk merasakan cinta melalui Marriam. Kadang hujan membawa inspirasi, mungkin Marriam lah salah satunya. Aku membaca pesan yang sempat aku kirimkan kepada Chandra beberapa hari yang lalu
“Tidak perlu kamu tahu sesakit apa aku, yang perlu hanya kamu bilang cinta kepadaku. Paling tidak aku sudah mencoba untuk tidak terjatuh. dan meski bukan keduatanganmu yang menangkapku secara utuh. Memang ada yang hancur dan tidak secara baik tertata. Paling tidak aku tahu bagaimana rasanya jatuh cinta. Meski yang kurasakan adalah tangis untuk keduanya. Paling tidak aku selangkah untuk masa yang belum ada dan untuk masa bahagia”.
Cerita hujan kali ini membawa pesan yang tak lain adalah kasih. Love. Dari tangan Tuhan aku merasakan kerinduan malam ini menjadi rindu yang istimewa. Chandra aku memang terluka karena pertengkaran kita. Dan aku terluka karena membuatmu menangis. Dan malam ini aku melewati masa tentang makna cinta. Dan aku tau cinta akan membawamu kembali. Chandra, malaikat ini untukmu. Diamanpun kamu berada malam ini, aku yakin cintamu masih milikku. Karena cinta tau kemana dia harus pulang.

You Might Also Like

0 komentar

Subscribe